Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 29 Juni 2014

TEORI KONSTRUKSIVISME

Nama Dosen: Nuraida, M.Si.
Disusun Oleh:
Nurul Afifah               1113016300017
Semester 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKATA
2014

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
A.    Latar Belakang
            Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku individu. Dengan pendidikan seseorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan pendidikan seseorang bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, dan dengan pendidikan juga seseorang bisa merumuskan tujuan hidup.
            Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan.
            Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui proses yang berkesinambungan dan menyeluruh.
            Melalui proses yang bermakna maka seorang anak akan tumbuh menjadi seorang individu yang lebih sempurna. Sama juga dalam hal belajar, penanaman proses lebih penting bila dibandingkan dengan penekanan hasil. Dengan proses yang bermakna maka akan dapat menghasilkan keluaran yang baik.
A.    Tujuan
1.      Dapat menjelaskan pengertian konstruksivisme. (C1)
2.      Dapat menghubungkan teori konstruktivisme dalam pendekatan pembelajaran (A4).
3.       Dapat menyusun RPP sesuai dengan Teori Konstruktivisme (P7)
4.      Mampu mempraktekkan teori kontrusktivisme terhadap sistem pembelajaran. (P3)
A.    Teori
a. Pengertian Teori Konstruksivisme
            Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan  bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
            Dari perspektif konstruksivisme, belajar dipandang sebagai: ‘’Learning is view as a self regulatory process of struggling with the conflict between exiting personal models of the world and discrepant with new insight, constructing new representation and models of reality as a human meaning-making venture with culturally developed tools and symbols, and further negotiating such meaning through cooperative social activity, discourse and debate’’ (belajar sustu proses pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dengan konflik antara model pribadi yang telah ada dan hasil pemahaman yang baru tentang dunia ini sebagai hasil konstruksinya, manusia adalah makhluk yang membuat makna melalui aktivitas sosial, dialog, dan debat).
            Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis dapat dirumuskan sebaai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, melalui aktivitas kolaboratif, refleksi dan interpretasi. Aktivitas yang demikian memungkinkan si pembelajar memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
            Menurut Eggen dan Kauchak (1997), ada empat cirri teori konstruktivis, yaitu:
1)  Dalam proses belajar, individu mengembangkan pemahaman sendiri, bukan menerima  pemahaman dari orang lain
2)      Proses belajar sangat bergantung pada pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya
3)      Belajar difasilitasi oleh interaksi seosial
4)      Belajar yang bermakna (meaningful learning) timbul dalam tugas-tugas belajar yang autentik
b. Tokoh dan pokok-pokok teori konstruksivisme
    1.      Teori Individual Cognitive Constructivist
11070cms.blogspot.com
            Teori ini dikemukakan oleh Jean Piaget (1977). Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Teori ini berfokus pada konstruksi internal induvidu terhadap pengetahuan (Fowler, Mohman, dalam Eggen & kauchak, 1997). Pengetahuan tidak berasal dari lingkungan sosial, akan tetapi interaksi sosial penting sebagai stimulus terjadinya konflik kognitif individu (Eggen & kauchak, 1977). Cognitive constructivist pembelajar dan berorientasi penemuan sendiri.
           Piaget memelopori gagasan konstruksivisme. Menurutnya, bahwa ekspose anak-anak pada dunia sekitarnya dan aktivitas-aktivitas mereka menyebabkan mereka menciptakan rintisan mental kearah pandangan yang dikembangkan lebih utuh. Pikiran anak-anak mengambil komponen rintisan ini dan membangun pandangan yang lebih baik.
                Implikasi teori Piaget dalam praktek pendidikan dinyatakan dalam bentuk dua prinsip (Byrnes, 1996), yaitu:
    1) Agar siswa mampu menciptakan struktur mental mereka, pertamanya harus diinternalisasikan Schema-schema tindakan dengan melaksanakannya secara berulang-ulang untuk mencapai suatu tujuan.
    2)  Berpikir pada tiap level perkembangan memiliki ciri yang unik karenanya perlu dipertimbangkan ketika mendesain program pendidikan.
      1.      Teori Sociocultural Constructivt
wikipedia.org
      Teori ini dikemukakan oleh lev Vygotsky (Bruning, dkk., 1995). Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan kauchak, 1997). Menurut Vygotsky, anak-anak hanya dapat belajar dengan cara terlibat langsung dalam aktivitas-aktivitas bermakna dengan orang-orang yang lebih pandai. Strategi pembelajaran yang didasarkan pada teori Vygotsky ini menempatkan pembelajar dalam situasi di mana bahan pelajaran yang diberikan berada dalam jangkauan perkembangan mereka. Berkaitan dengan ini, Vygotsky mengemukakan sebuah konsep yang disebut Zone of Proximal Development (ZPD).
        ZPD adalah level kecakapan melebihi apa yang dapat dilakukan sendiri oleh anak didik dan menunjukkan rentang tugas belajar yang dapat dikerjakan jika dibantu oleh orang dewasa atau teman sebaya yang berkompeten. Zona tersebut menunjukkan rentang tugas di mana seorang guru dapat membantu perkembangan anak didik secara produktif.
        Menurut Eggen dan kauchak (1997), penerapan ZPD dalam pembelajaran mencakup tigas tugas, yaitu:
        a.       Pengukuran ZPD
        b.      Pemilihan aktivitas belajar
        c.       Pemberian dukungan pembelajaran untuk membantu siswa melalui zonanya secara berhasil.
A.    Analisis Teori
            Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/ didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut: Pertama, identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
            Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
            Ketiga orientasi dan elicitasi, situasi satuan pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari.
            Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
            Kelima, restrukturisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

            Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasan secara keilmuan.
A.    Kreativitas dan Inovasi
Surah An-Nisa: 63

muftisays.blogspot.com

Artinya : ‘’Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka’’
Kata “Baligh” dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata balig berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebgai prinsip komunikasi yang effektif. Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila memperhatikan pertama, bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan sifat khalayak. Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan “bahasa” masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses pembelajaran dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak atau akal juga hatinya sekaligus
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.
A.    Aplikasi Teori Konstruksivisme dalam RPP
Latihan pembuatan RPP berdasarkan teori kontruktivisme:
IdentitasSiswa
Nama                                 : Elga Susilawati
Tempat tanggal lahir            : Jakarta, 30 Agustus 2000
Umur                                  : 14 tahun
TinggiBadan                        : 138 cm
BeratBadan                         : 35 kg
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan                  :     SMP Manaratul Islam
Mata Pelajaran                        :     IPA (FISIKA)
Kelas / Semester                      :     VIII / 2
Materi Pokok                          :     Tekanan
Alokasi Waktu                        :     40 Menit ( 1 x Pertemuan )
I.    Standar Kompetensi         :    
Memahami peranan usaha, gaya, dan energi dalam kehidupan sehari-hari.
II.  Kompetensi Dasar             :   
 Mempraktikan tekanan pada benda padat, cair, dan gas dalam kehidupan sehari-hari.
A.  Indikator                           :    
      Kognitif
1.    Menjelaskan pengertian tekanan (C2)
2.    Membandingkan antara gaya, tekanan, dan luas daerah yang dikenai gaya melalui percobaan. (C4)                                                    
      Psikomotorik
1.   Mengaplikasikan konsep tekanan benda padat, cair, dan gas pada peristiwa alam yang relevan (dalam penyelesaian masalah sehari- hari). (P3)
2.      Mempersiapkan diri untuk mempraktekkan konsep tekanan benda pata, cair dan gas. (P5)
Afektif
1.      Merumuskan konsep tekanan pada zat padat (A4)
2.      Membuktikan konsep tekanan dalam kehidupan sehari-hari (A5)
Konsep Diri dan Emosi
1.      Harus percaya diri dalam memberikan contoh tekanan zat padat
2.      Berani memberikan contoh hukum Archimedes dalam kehidupan sehari-hari
Transfer Belajar, Lupa, Jenuh dan Kesulitan Belajar
1.      Memberikan tugas
2.      Belajar dengan metode diskusi
3.      Memberikan games sesuai mata pelajaran
Perkembangan Kreativitas
1.      Menciptakan alat
Teori Bakat Multiple Intelegent
1.      Mengimplementasikan konsep tekanan
B.  Tujuan Pembelajaran
Kognitif
      1. Peserta didik dapat menjelaskan pengertian tekanan (C2)
      2. Peserta didik dapat merumuskan persamaan tekanan(C2)
      3. Peserta didik dapat membandingkan antara hukum pascal dengan hukum Archimedes (C4)
      Alasan:
      Pada tahap perkembangan kognitif, tahap operasional formal dari usia 11 hingga 12 atau usia dewasa. Anak-anak atau remaja yang berada dalam tahap operasional formal dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak berhubungan dengan realitas kongkret. Berdasarkan perspektif Piaget, kemampuan matematika para siswa cenderung membaik saat pemikiran operasional formal mulai berkembang.     
      Penerapan pada pelajaran fisika adalah Ranah kognitif menjadi peserta didik berorientasi pada  kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat dan menggabungkan beberapa ide.
Psikomotorik
      1. Peserta didik dapat mengidentifikasikan tekanan zat cair, padat, dan gas (P1)
      2.   Peserta didik dapat mempraktekan contoh tekanan pada zat padat. (P3)
      3.   Peserta didik dapat mencoba menerapkan prinsip dari hukum Archimedes (P3)
      Alasan:
      Arthur Combs menjelaskan untuk mengerti tingkah laku manusia, yang penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan orang lain. Untuk mengerti orang lain, yang penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk  menentukan bagaimana orang berpikir, merasa tentang dia atau tentang       dunianya. Hasil belajar keterampilan dapat diukur dengan menggunakan keterampilan fisik. Contohnya pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung.
Afektif
      1. Peserta didik dapat melaksanakan tugas (A3)
      2. Peserta didik dapat menerima pelajaran yang diberikan(A3)
      Alasan:
      Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Teori ini berhubungan dengan apa yang dinyatakan Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Afektif dapat menjadikan peserta didik melatih minat serta membangun karakter yang mandiri dalam berpartisipasi dan mengemukakan pendapat.
Perkembangan Kreativitas
·         Peseta didik mampu menciptakan alat
Alasan: Tujuan ini berlandaskan Teori Eksistensial (Teori Kreativitas). Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa kreativitas yaitu proses melahirkan sesuatu yang baru dari hasil perjumpaan baik manusia dengan manusia maupun manusia dengan alam. Dengan berinovasi menciptakan alat berbahan dasar barang bekas diharapkan peserta didik dapat berimajinasi atau berkreativitas sesuai kemampuan.
Teori Bakat Multiple Intelligence
·         Peserta didik dapat Membuat alat  peraga yang berhubungan dengan tekanan zat padat, cair, dan gas
Alasan:
teori Abraham maslow yang mengatakan Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
C. Metode Pembelajaran
1.      Diskusi
Alasan:  menurut Suprijono (2011:40), pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran salah satunya yaitu Elicitasi, merupakan fase membantu peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka. Berdasarkan Journal Chadijah & Diah (2011) bahwa salah satu aplikasi dari Teori Perkembangan Konsep diri dan Emosi bahwa bimbingan kelompok metode diskusi dapat mengembangkan konsep diri pada siswa.

2.      Tanya jawab
Dengan adanya metode Tanya jawab ini, Anak dapat mengunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efesien dan dapat memberikan motivasi dan mengulang pelajaran anak dengan asik agar anak merasa terdorong untuk belajar lebih giat dari pada sebelumnya.

3.      Eksperimen
Teori Menemonic ( salah satu Teori Cara Mengatasi Lupa dan Jenuh). Selain sebagai salah satu cara mengatasi lupa dan jenuh, metode ini dapat digunakan sebagai dasar peningkatkan kreativitas anak didik.

D. Evaluasi
Evaluasi dikembangkan dengan prinsip untuk memberikan informasi kemajuan belajar siswa dalam berbagai bidang intelligensi (kecerdasan jamak). Hal ini sudah harus tergambar sejak dalam perencanaan pembelajaran pengembangan kegiatan pembelajaran.
             Bentuk evaluasi harus dikembangkan dengan berbagai macam yang dapat mengakomodir kecerdasan yang sangat kompleks, baik itu kecerdasan dalam lingusiti, logical mathematical, interpersonal dan lain sebagainya. bentuk tes soal ujian harus diiringi dengan tugas, jadi nilai praktek dan nilai sehari hari sangat besar perannya dalam penentuan keberhasilan belajar.
              Proses penilaian benar benar berbasis kelas dan berangkat dari potensi apa yang dimiliki anak, kemudian kecerdasan apa yang tepat untuk dikembangkan pada dirinya. Artinya kompetensi yang ditetapkan oleh guru dalam tujuan pembelajaran juga harus diiringi dengan pertimbangangan lain dimana masing masing anak memiliki keunikan yang khas, sehingga pengukuran kecerdasannyapun membutuhkan ciri khas.
REFERENSI
Dahar, Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta:   Erlangga. 2006
Khodijah, Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2014
Ngalim, Purwanto. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007
Sukmadinata, Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.           2009
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2010









Tidak ada komentar:

Posting Komentar