Nama Dosen: Nuraida,
M.Si.
Disusun
Oleh:
Nurul
Afifah 1113016300017
Semester
2
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKATA
2014
TEORI
BELAJAR KONSTRUKTIVISME
A. Latar
Belakang
Belajar merupakan sebuah proses
perubahan tingkah laku individu. Dengan pendidikan seseorang bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, dengan pendidikan seseorang bisa membedakan mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh, dan dengan pendidikan juga seseorang bisa
merumuskan tujuan hidup.
Belajar menurut konstruktivisme
adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran
yang dipelajari dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga
pengetahuannya dapat dikembangkan.
Menurut teori ini ilmu pengetahuan
dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan
dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui
proses yang berkesinambungan dan menyeluruh.
Melalui proses yang bermakna maka
seorang anak akan tumbuh menjadi seorang individu yang lebih sempurna. Sama
juga dalam hal belajar, penanaman proses lebih penting bila dibandingkan dengan
penekanan hasil. Dengan proses yang bermakna maka akan dapat menghasilkan
keluaran yang baik.
A. Tujuan
1. Dapat
menjelaskan pengertian konstruksivisme. (C1)
2. Dapat
menghubungkan teori konstruktivisme dalam pendekatan pembelajaran (A4).
3.
Dapat menyusun RPP sesuai dengan Teori Konstruktivisme (P7)
4. Mampu
mempraktekkan teori kontrusktivisme terhadap sistem pembelajaran. (P3)
A. Teori
a.
Pengertian Teori Konstruksivisme
Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan
landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dari perspektif konstruksivisme,
belajar dipandang sebagai: ‘’Learning is view as a self regulatory process of
struggling with the conflict between exiting personal models of the world and
discrepant with new insight, constructing new representation and models of
reality as a human meaning-making venture with culturally developed tools and
symbols, and further negotiating such meaning through cooperative social
activity, discourse and debate’’ (belajar sustu proses pengaturan dalam diri
seseorang yang berjuang dengan konflik antara model pribadi yang telah ada dan
hasil pemahaman yang baru tentang dunia ini sebagai hasil konstruksinya,
manusia adalah makhluk yang membuat makna melalui aktivitas sosial, dialog, dan
debat).
Dengan demikian, belajar menurut
konstruktivis dapat dirumuskan sebaai penyusunan pengetahuan dari pengalaman
konkret, melalui aktivitas kolaboratif, refleksi dan interpretasi. Aktivitas
yang demikian memungkinkan si pembelajar memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya dan perspektif yang dipakai
dalam menginterpretasikannya.
Menurut Eggen dan Kauchak (1997),
ada empat cirri teori konstruktivis, yaitu:
1) Dalam
proses belajar, individu mengembangkan pemahaman sendiri, bukan menerima pemahaman dari orang lain
2) Proses
belajar sangat bergantung pada pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya
3) Belajar
difasilitasi oleh interaksi seosial
4) Belajar
yang bermakna (meaningful learning)
timbul dalam tugas-tugas belajar yang autentik
b.
Tokoh dan pokok-pokok teori konstruksivisme
1. Teori
Individual Cognitive Constructivist
 |
11070cms.blogspot.com |
Teori ini
dikemukakan oleh Jean Piaget (1977).
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa penekanan
teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang
dibangun dari realitas lapangan. Teori ini berfokus pada konstruksi internal induvidu
terhadap pengetahuan (Fowler, Mohman, dalam Eggen & kauchak, 1997).
Pengetahuan tidak berasal dari lingkungan sosial, akan tetapi interaksi sosial
penting sebagai stimulus terjadinya konflik kognitif individu (Eggen &
kauchak, 1977). Cognitive constructivist pembelajar
dan berorientasi penemuan sendiri.
Piaget memelopori gagasan konstruksivisme.
Menurutnya, bahwa ekspose anak-anak pada dunia sekitarnya dan
aktivitas-aktivitas mereka menyebabkan mereka menciptakan rintisan mental kearah
pandangan yang dikembangkan lebih utuh. Pikiran anak-anak mengambil komponen
rintisan ini dan membangun pandangan yang lebih baik.
Implikasi
teori Piaget dalam praktek pendidikan dinyatakan dalam bentuk dua prinsip
(Byrnes, 1996), yaitu:
1) Agar
siswa mampu menciptakan struktur mental mereka, pertamanya harus
diinternalisasikan Schema-schema
tindakan dengan melaksanakannya secara berulang-ulang untuk mencapai suatu
tujuan.
2) Berpikir
pada tiap level perkembangan memiliki ciri yang unik karenanya perlu
dipertimbangkan ketika mendesain program pendidikan.
1. Teori
Sociocultural Constructivt
 |
wikipedia.org |
Teori ini
dikemukakan oleh lev Vygotsky (Bruning,
dkk., 1995). Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks
sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam
situasi-situasi sosial yang berorientasi pada aktivitas (Eggen dan kauchak,
1997). Menurut Vygotsky, anak-anak hanya dapat belajar dengan cara terlibat
langsung dalam aktivitas-aktivitas bermakna dengan orang-orang yang lebih
pandai. Strategi pembelajaran yang didasarkan pada teori Vygotsky ini
menempatkan pembelajar dalam situasi di mana bahan pelajaran yang diberikan
berada dalam jangkauan perkembangan mereka. Berkaitan dengan ini, Vygotsky
mengemukakan sebuah konsep yang disebut Zone
of Proximal Development (ZPD).
ZPD
adalah level kecakapan melebihi apa yang dapat dilakukan sendiri oleh anak didik dan menunjukkan rentang tugas belajar yang dapat dikerjakan jika dibantu
oleh orang dewasa atau teman sebaya yang berkompeten. Zona tersebut menunjukkan
rentang tugas di mana seorang guru dapat membantu perkembangan anak didik
secara produktif.
Menurut
Eggen dan kauchak (1997), penerapan ZPD dalam pembelajaran mencakup tigas
tugas, yaitu:
a. Pengukuran
ZPD
b. Pemilihan
aktivitas belajar
c. Pemberian
dukungan pembelajaran untuk membantu siswa melalui zonanya secara berhasil.
A. Analisis
Teori
Berdasarkan teori J. Peaget dan
Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat dirancang/
didesain model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut: Pertama,
identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi. Identifikasi awal terhadap
gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya dijaring untuk
mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi
struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
Kedua, penyusunan program
pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.
Ketiga orientasi dan elicitasi,
situasi satuan pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan minat mereka terhadap
topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasan
intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala fisika yang mereka amati
dalam lingkungan hidupnya sehari-hari.
Keempat, refleksi. Dalam tahap ini,
berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap
orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring
pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan
dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.
Kelima, restrukturisasi ide, (a)
tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang
kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta
untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung
ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan dapat
melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk
menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. (c) membangun ulang kerangka
konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang
baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang
baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.
Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa
akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah.
Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai
macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji penyelesaian
secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit miskonsepsi
mereka dengan penjelasan secara keilmuan.
A. Kreativitas
dan Inovasi
Surah An-Nisa: 63
 |
muftisays.blogspot.com |
Artinya : ‘’Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka’’
Kata “Baligh”
dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai sasaran, atau mencapai tujuan. Bila
dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata balig berarti fasih, jelas maknanya,
terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu prinsip qaulan
balighan dapat diterjemahkan sebgai prinsip komunikasi yang effektif.
Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila memperhatikan pertama,
bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan sifat khalayak.
Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan “bahasa”
masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses pembelajaran
dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak atau akal juga
hatinya sekaligus
Proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar manakala ada interaksi yang
kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi yang arif dan bijaksana
memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher oriented” akan
berubah menjadi “student oriented”. Guru yang bijaksana akan selalu memberikan
peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk berkembang.
A.
Aplikasi
Teori Konstruksivisme dalam RPP
Latihan
pembuatan RPP berdasarkan teori kontruktivisme:
IdentitasSiswa
Nama : Elga
Susilawati
Tempat
tanggal lahir : Jakarta, 30
Agustus 2000
Umur : 14 tahun
TinggiBadan : 138 cm
BeratBadan : 35 kg
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan
Pendidikan : SMP Manaratul Islam
Mata
Pelajaran : IPA (FISIKA)
Kelas /
Semester : VIII / 2
Materi
Pokok : Tekanan
Alokasi
Waktu : 40 Menit ( 1 x Pertemuan )
I. Standar Kompetensi :
Memahami peranan
usaha, gaya, dan energi dalam
kehidupan sehari-hari.
II. Kompetensi Dasar :
Mempraktikan
tekanan pada benda padat, cair, dan
gas dalam kehidupan sehari-hari.
A. Indikator :
Kognitif
1. Menjelaskan pengertian tekanan (C2)
2. Membandingkan
antara gaya, tekanan, dan luas daerah yang dikenai gaya melalui percobaan. (C4)
Psikomotorik
1. Mengaplikasikan
konsep tekanan benda padat, cair, dan gas pada peristiwa alam yang relevan
(dalam penyelesaian masalah sehari- hari). (P3)
2. Mempersiapkan
diri untuk mempraktekkan konsep tekanan benda pata, cair dan gas. (P5)
Afektif
1. Merumuskan
konsep tekanan pada zat padat (A4)
2. Membuktikan
konsep tekanan dalam kehidupan sehari-hari (A5)
Konsep Diri dan Emosi
1. Harus
percaya diri dalam memberikan contoh tekanan zat padat
2. Berani
memberikan contoh hukum Archimedes dalam kehidupan sehari-hari
Transfer Belajar, Lupa, Jenuh dan Kesulitan
Belajar
1. Memberikan
tugas
2. Belajar
dengan metode diskusi
3. Memberikan
games sesuai mata pelajaran
Perkembangan Kreativitas
1. Menciptakan
alat
Teori Bakat Multiple Intelegent
1. Mengimplementasikan
konsep tekanan
B. Tujuan Pembelajaran
Kognitif
1. Peserta didik dapat menjelaskan
pengertian tekanan (C2)
2. Peserta didik dapat merumuskan
persamaan tekanan(C2)
3. Peserta didik dapat membandingkan
antara hukum pascal dengan hukum Archimedes (C4)
Alasan:
Pada tahap perkembangan kognitif, tahap
operasional formal dari usia 11 hingga
12 atau usia dewasa. Anak-anak atau remaja yang berada dalam tahap operasional formal dapat memikirkan dan
membayangkan konsep-konsep yang
tidak berhubungan dengan realitas kongkret. Berdasarkan perspektif Piaget, kemampuan matematika para siswa
cenderung membaik saat pemikiran
operasional formal mulai berkembang.
Penerapan pada pelajaran fisika adalah Ranah
kognitif menjadi peserta didik berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu
mengingat dan menggabungkan beberapa
ide.
Psikomotorik
1. Peserta didik dapat mengidentifikasikan
tekanan zat cair, padat, dan gas (P1)
2. Peserta
didik dapat mempraktekan contoh tekanan pada zat padat. (P3)
3. Peserta
didik dapat mencoba menerapkan prinsip dari hukum Archimedes (P3)
Alasan:
Arthur Combs menjelaskan untuk mengerti
tingkah laku manusia, yang penting
adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan ini adalah salah satu dari pandangan
humanistik mengenai perasaan,
persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku inner (dari dalam) yang membuat orang berbeda dengan orang
lain. Untuk mengerti orang lain, yang
penting adalah melihat dunia sebagai yang dia lihat, dan untuk menentukan bagaimana orang berpikir, merasa
tentang dia atau tentang dunianya. Hasil belajar keterampilan dapat
diukur dengan menggunakan keterampilan
fisik. Contohnya pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran
praktik berlangsung.
Afektif
1. Peserta didik dapat melaksanakan tugas
(A3)
2. Peserta didik dapat menerima pelajaran
yang diberikan(A3)
Alasan:
Ranah afektif mencakup watak perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan
nilai. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Teori ini
berhubungan dengan apa yang dinyatakan Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Afektif
dapat menjadikan peserta didik
melatih minat serta membangun karakter yang mandiri dalam berpartisipasi dan mengemukakan pendapat.
Perkembangan Kreativitas
·
Peseta didik mampu menciptakan alat
Alasan:
Tujuan ini berlandaskan Teori Eksistensial (Teori Kreativitas). Berdasarkan
teori tersebut dapat diketahui bahwa kreativitas yaitu proses melahirkan
sesuatu yang baru dari hasil perjumpaan baik manusia dengan manusia maupun
manusia dengan alam. Dengan berinovasi menciptakan alat berbahan dasar barang
bekas diharapkan peserta didik dapat berimajinasi atau berkreativitas sesuai
kemampuan.
Teori Bakat Multiple Intelligence
·
Peserta didik dapat Membuat alat peraga yang berhubungan dengan tekanan zat
padat, cair, dan gas
Alasan:
teori
Abraham maslow yang mengatakan Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu
ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini
mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
C.
Metode Pembelajaran
1. Diskusi
Alasan: menurut
Suprijono (2011:40), pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi.
Belajar artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran salah satunya yaitu Elicitasi,
merupakan fase membantu peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan
member kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan
pengetahuan dasar atau ide mereka. Berdasarkan Journal Chadijah & Diah
(2011) bahwa salah satu aplikasi dari Teori Perkembangan Konsep diri
dan Emosi bahwa bimbingan kelompok metode diskusi dapat mengembangkan
konsep diri pada siswa.
2. Tanya
jawab
Dengan adanya metode Tanya jawab ini, Anak
dapat mengunakan berbagai metode dan strategi belajar yang efesien dan dapat memberikan
motivasi dan mengulang pelajaran anak dengan asik agar anak merasa terdorong
untuk belajar lebih giat dari pada sebelumnya.
3. Eksperimen
Teori Menemonic ( salah satu
Teori Cara Mengatasi Lupa dan Jenuh). Selain sebagai salah satu cara mengatasi
lupa dan jenuh, metode ini dapat digunakan sebagai dasar peningkatkan
kreativitas anak didik.
D.
Evaluasi
Evaluasi
dikembangkan dengan prinsip untuk memberikan informasi kemajuan belajar siswa
dalam berbagai bidang intelligensi (kecerdasan jamak). Hal ini sudah harus
tergambar sejak dalam perencanaan pembelajaran pengembangan kegiatan
pembelajaran.
Bentuk evaluasi harus dikembangkan
dengan berbagai macam yang dapat mengakomodir kecerdasan yang sangat kompleks,
baik itu kecerdasan dalam lingusiti, logical mathematical, interpersonal dan
lain sebagainya. bentuk tes soal ujian harus diiringi dengan tugas, jadi nilai
praktek dan nilai sehari hari sangat besar perannya dalam penentuan
keberhasilan belajar.
Proses penilaian benar benar
berbasis kelas dan berangkat dari potensi apa yang dimiliki anak, kemudian
kecerdasan apa yang tepat untuk dikembangkan pada dirinya. Artinya kompetensi
yang ditetapkan oleh guru dalam tujuan pembelajaran juga harus diiringi dengan
pertimbangangan lain dimana masing masing anak memiliki keunikan yang khas,
sehingga pengukuran kecerdasannyapun membutuhkan ciri khas.
REFERENSI
Dahar,
Ratna Wilis. Teori-Teori Belajar &
Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
2006
Khodijah,
Nyayu. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2014
Ngalim,
Purwanto. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. 2007
Sukmadinata,
Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2009
Syah,
Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2010